Jumat, 22 Mei 2009

AL-QAWAID AL-FIQHIYYAH

PENGANTAR AL-QAWAID AL-FIQHIYYAH
(Bag 2)
QAIDAH YANG KEDUA
اَلْيَقِيْنُ لاَ يُزَالُ بِالشَّكِّ
(Sesuatu Yang Sudah Yakin Tidak Dapat Dihilangkan Dengan Adanya Sesuatu Yang Ragu)
Pengertian Yaqin Dan Syakk
Yakin adalah
مَا كَانَ ثَابِتًا بِالنَّظَرِ أَوِ الدَّلِيْلِ
Sesuatu yang menjadi tetap dengan karena penglihatan atau dengan adanya bukti.
Syakk adalah
مَا كَانَ مُتَرَدِّدًا بَيْنَ الثُّبُوْتِ وَ عَدَمِهِ مَعَ تَسَاوِى طَرَفِى الصَّوَابِ وَ اْلخَطَإِ دُوْنَ تَرْجِيْحِ أَحَدِهِمَا عَلىَ اْلآخَرِ
Sesuatu pertentangan antara tetap dan tidaknya, di mana pertentangan tersebut sama antara batas kebenaran dan kesalahan, tanpa dapat di tarjih salah satunya.

Landasan Qaidah Ini
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنْ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا. (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah saw bersabda: Apabila salah seorang diantara kamu merasakan sesuatu pada perutnya (ketika salat) lalu dia ragu apakah keluar sesuatu atau tidak?, maka janganlah dia keluar dari masjid sehingga mendengar suara ata merasakan angin. (HR Muslim)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ . (رواه مسلم)
Dari Abi Sa’id Al Khudri, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Apabila salah seorang diantara kalian ragu dalam shalatnya, lalu tidak tahu apkah baru tiga raka’at ataukah sudah empat raka’at ? Maka buanglah yang ragu dan tetapkanlah yang yakin, kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ia shalat lima raka’at, maka cukuplah shalat itu baginya dan jika ia shalat sempurna empat raka’at, maka merupakan penghinaan bagi syetan.(HR Muslim)
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ : سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ { إذَا سَهَا أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ , فَلَمْ يَدْرِ : وَاحِدَةً صَلَّى , أَمْ اثْنَتَيْنِ ؟ فَلْيَبْنِ عَلَى وَاحِدَةٍ فَإِنْ لَمْ يَتَيَقَّنْ : صَلَّى اثْنَتَيْنِ , أَمْ ثَلَاثًا ؟ فَلْيَبْنِ عَلَى اثْنَتَيْنِ , فَإِنْ لَمْ يَدْرِ : أَثَلَاثًا صَلَّى أَمْ أَرْبَعًا ؟ فَلْيَبْنِ عَلَى ثَلَاثٍ , وَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ } (َرَوَاه التِّرْمِذِيُّ)
Dari Abdurrahman bin Auf, berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Apabila salah seorang dari kamu lupa di dalam salatnya, lalu tidak tahu: Apakah dia salat itu baru satu raka’at , atau sudah dua raka’at? Maka tetapkanlah atas satu raka’at. Jika dia tidak yakin: Apakah dia salat itu baru dua raka’at atau tiga raka’at? Maka tetapkanlah atas dua raka’at. Jika tidak tahu: Apakah dia salat itu baru tiga raka’at atau sudah empat raka’at?, maka tetapkanlah atas tiga raka’at. Dan hendaklah sujud dua kali (sujud sahwi) sebelum salam. (HR At-Tirmidziy)

Contoh-contoh:
 Jika seseorang telah berwudu kemudian datang keraguan dalam hatinya, barangkali telah berhadas, maka dia ada dalam keadaan suci.
 Jika seseorang telah berhadas kemudian datang keraguan dalam hatinya, barangkali telah berwudu, maka dia ada dalam keadaan hadas.
Qaidah-Qaidah Yang Meruju’ Kepadanya
اَلأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلىَ مَا كَانَ
Hukum yang terkuat adalah tetap apa yang telah ada atas apa yang telah ada.
Qaidah ini identik dengan dalil الإستصحاب yang digunakan ulama ushul fiqih, yakni memperlakukan ketentuan hukum yang telah ditetapkan atau telah ada pada masa yang lampau, sampai ada ketentuan hukum lain yang merubahnya. 
Berdasarkan qaidah ini, manakala seseorang menjumpai suatu keraguan mengenai hukum suatu perkara, maka diperlakukan hukum yang telah ada atau yang ditetapkan pada masa yang telah lewat, sampai ada hukum lain yang merubahnya, karena apa yang telah ada lebih dapat diyakini.
Contoh-contoh:
-Bila seorang hakim menghadapi perkara yang terjadi karena suatu perselisihan antara seorang debitur dengan seorang kreditur, dimana debitur mengatakan bahwa ia telah melunasi hutangnya kepada kreditur, namun kreditur menolak perkataan sidebitur tersebut, yang dikuatkan dengan sumpah. Berdasarkan qaidah ini, hakim harus menetapkan bahwa hutang tersebut masih ada (belum dilunasi), karena yang demikian inilah yang telah diyakini akan adanya. Keputusan ini dapat berobah manakala bukti-bukti lain yang meyakinkan yang mengatakan bahwa hutang tersebut telah lunas.
-Seorang suami yang lama meninggalkan istrinya dan tidak diketahui kemana rah bepergiannya itu, maka isteri tidak dapat kawin dengan orang lain. Karena dipandang bahwa hukum yang berlaku adalah wanita yang masih terikat dalam tali perkawinan, sebab pada waktu suami pergi tidak menjatuhkan thalaq terhadap istrinya itu.
-Barang siapa yang makan pada akhir malam dan ragu tentang terbitnya pajar (waktu subuh) maka saumnya sah karena hukum yang terkuat adalah tetapnya waktu malam
-Barang siapa yang makan pada akhir siang dan ragu tentang terbenamnya matahari (waktu magrib) maka saumnya batal, karena hukum yang terkuat adalah tetapnya waktu sianga.
إِنَّ مَا ثَبَتَ بِيَقِيْنٍ لاَ يَرْتَفِعُ إِلاَّ بِيَقِيْنٍ
Sesungguhnya yang telah tetap atas dasar yakin tidak dapat hilang kecuali dengan yang yakin lagi
Qaidah ini merupakan kelanjutan dari qaidah-kaidah di atas, bahwa ketentuan hukum yang telah ditetapkan atas dasar yaqin tidak dapat berubah kecuali jika ada bukti-bukti / dalil yang jelas sehingga keluar dari hukum tersebut.
Contoh-contoh:
-Seseorang yang telah berwudu tidak dapat dikatakan berhadas sehingga ada bukti bahwa dia hadas.
-Seseorang yang makan di waktu malam tidak dapat dikatakan batal sehingga ada bukti bahwa di waktu itu telah terbit fajar.
اَلأَصْلُ بَرَاءَةُ الذِّمَّةِ
Hukum yang kuat adalah bebas seseorang dari tanggung jawab
Pada hakekatnya usia manusia dilahirkan adalah bebas dari segala hutang, kewajiban ataupun pertanggungan jawab yang lain.
Adanya suatu kewajiban pertanggungan jawab itu adalah karena adanya hak-hak yang telah dimiliki, yang datangnya tiada lain, karena adanya sebab-sebab yang timbul setelah manusia itu lahir. 

Contoh-Contoh:
-Dihadapkan sumpah pada tergugat lalu dia menolak (mengundurkan diri), maka tidak boleh diadili karena pada asalnya dia bebas dari tanggung jawab, bahkan sumpah tersebut mestinya dihadapkan pada penggugat.
-Jika ada dua orang yang berselisih tentang mengganti barang yang rusak karena dipinjamkan. Maka ucapan yang diambil adalah ucapan yang meminjam karena pada asalnya bebas dari tanggung jawab.
اَلأَصْلُ اَلْعَدَمُ
Hukum yang kuat adalah tidak ada
Contoh-Contoh:
-Seseorang memakan makanan orang lain. Lalu dia berkata pada sipemilik, “Kamu telah memberikannya padaku” lalu sipemilik itu mengingkari, maka ucapan yang benar adalah ucapan sipemilik, karena pada asalnya adalah tidak boleh.
-Karena lupa Seseorang melaksanakan sujud tiga kali di dalam satu raka’at salat, maka tidak ada sujud sahwi baginya, karena tidak disyari’atkan untuk itu.
لْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلُّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيمِ
Hukum yang terkuat segala sesuatu itu, adalah boleh sehingga ada dalil yang mengharamkannya.
Qaidah ini adalah salah satu qa’idah yang dikenal dikalangan madzhab syafi’iyyah. Mereka merumuskan ini berdasarkan firman Allah:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا –الآية- (البقرة : 29)
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu . (Al-Baqarah: 29)
مَا أَحَلَّ الله فَهُوَ حَلاَلٌ وَ مَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَ مَا سَكََتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ فَاقْبِلُوْا ِمنَ الله عَاقِبَتَهُ فَإِنَّ اللهَ لَمْ يَكُنْ لِيَنْسَ شَيْئًا
“Apa yang dihalalkan oleh Allah adalah halal dan apa yang diharamkan oleh Allah adalah haram serta apa yang didiamkan oleh Allah adalah dima’afkan, maka terimalah kema’afan dari Allah itu. Sesungguhnya Allah sama sekali tidak lupa terhadap sesuatu, (HR Al-Bazzar dan At-Tabrani dari Hadits Abu Darda)
Qaidah ini berlaku untuk hal-hal yang bersifat duniawi, sedangkan dalam masalah ibadah muncul qaidah:
اَلأَصْلُ فِى اْلعِبَادَةِ اَلْبُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ الدَّلِيْلُ عَلىَ اْلأَمْرِ.
Hukum pokok dalam lapangan ibadah adalah batal sampai ada dalil yang memerintahkan.
Qaidah di atas diambil dari Firman Allah: surat As-Syura ayat 21)
اَلْأَصْلُ فِى كُلِّ حَادِثٍ تَقْدِيْرُهُ بِأَقْرَبِ زَمَنِهِ
Yang kuat dalam setiap peristiwa adalah kepada waktu yang lebih dekat kepadanya.
Apabila terdapat suatu keraguan yang timbul akibat adanya perbedaan waktu terjadinya suatu peristiwa, maka ditetapkan hukumnya menurut waktu yang lebih dekat dari peristiwa itu terjadi, sehingga ada dalil lain yang dapat dijadikan landasan untuk menetapkan hukumnya menurut waktu yang lebih jauh. Karena waktu yang lebih dekat ini adalah waktu yang telah diyakinkan bahwa peristiwa itu telah terjadi.
Contoh-contoh
 Jika dalam suatu akad jual beli, terdapat keraguan tentang kapankah cacad pada barang itu terjadi yang timbul karena perbedaan pendapat antara penjual dan pembeli, dimana si penjual mengatakan, bahwa cacad terjadi setelah barang diserahkanterimakan, sedangkan sepembeli mengatakan bahwa cacad itu terjadi ketika barang masih di tangan penjual. Dalam hal ini yang harus dipegangi adalah perkataan penjuial karena inilah waktu yang lebih dekat, telah sama-sama diyakini terjadinya suatu cacad. Oleh karenanya jual beli ini tidak dapat dipasakhkan, sehingga ada dalil lain yang dapat dijadikan landasan untuk menetapkan bahwa cacad terjadi ketika barang masih di tangan penjual.
 Seseorang melihat sperma pada bajunya dan dia tidak ingat kapan ihtilam, maka wajib baginya mandi dan mengulangi salat yang ia kerjakan setelah tidurnya yang terakhir, karena itulah waktu yang terdekat.
مَنْ شَكَّ أَ فَعَلَ شَيْئًا أَمْ لاَ فَاْلأَصْلُ أَنَّهُ لمَ ْيَفْعَلْهُ
Barang siapa yang ragu terhadap sesuatu, apakah telah dikerjakan atau belum?, maka yang kuat adalah belum dikerjakan.
 Pada hari jum’at seseorang ragu, apakah sudah mandi atau belum, maka dia belum mandi.
 Seseorang ragu, apakah sudah solat atau belum, maka dia belum salat.
مَنْ تَيَقَّنَ اْلفِعْلَ وَ شَكَّ فِى اْلقَلِيْلِ أَوِ اْلكَثِيْرِ حُمِلَ عَلَى اْلقَلِيْلِ
Barang siapa yang yakin telah mengerjakan tapi ragu dalam jumlah, sedikit atau banyak maka diambil yang sedikit.
 Jika seseorang yakin telah membayar hutang, tetapi ragu apakah baru Rp 2.000,- atau sudah Rp. 3.000,- maka dia baru membayar Rp. 2.000,-
 Jika seseorang yakin telah mengqada saum, tetapi ragu apakah baru tiga kali atau sudah empat kali, maka dia baru melaksanakan qada tiga kali.
اَلأَصْلُ فِى اْلكَلاَمِ اَلْحَقِيْقَةُ
Hukum pokok pada suatu kalimat itu adalah makna hakekat (sebenarnya)
Maksudnya ialah, bahwa dalam suatu kalimat harus diartikan kepada arti sebenarnya, yakni arti sebagaimana yang dimaksudkan oleh pengertian hakiki. Kebalikan dari arti hakekat adalah arti majaz, yakni suatu arti yang berbeda dengan pengertian yang biasa, tetapi antara arti hakekat dengan arti majaz itu masih ada hubungannya, yang mengharuskan untuk mengartikan kepada arti majaz tersebut, bila ada qarinah (tanda) yang menunjukan kepada arti yang bukan arti hakekat.
Contoh:
 Seseorang mengatakan:”Aku akan mewaqafkan atau akan mewasiatkan sebagian hartaku kepada anak si pulan. Maka dalam hal ini perkataan “anak” harus diartikan anak dalam arti sebenarnya, bukan berarti cucu dan sebagainya.
اَلأَصْلُ فِى اْلأَبْضَاعِ اَلتَّحْرِيْمُ
Hukum yang kuat pada masalah sex adalah haram.
Hukum hubungan sex pada dasarnya adalah haram, sehingga ada sebab-sebab yang jelas dan yakin tanpa keragu-raguan yang menghalalkannya, yakni dengan adanya aqad perkawinan (nikah) atau dengan milkil yamin. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran surat Al-Mukminun ayat 5 , 6 dan 7
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ(5)إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ(6)فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ(7)
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
**********************........................********************



Selasa, 19 Mei 2009

PENGANTAR AL-QAWAID AL-FIQHIYYAH
(Bag 1)
1. Ta’rif Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah (القواعد الفقهية)
a. Menurut Bahasa
Kata-kata Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah adalah merupakan rangkaian dari dua lafadz, yaitu lafadz Al-Qawa’id dan Al-Fiqhiyyah. Hubungan dari kedua lafadz ini, dalam nahwu disebut hubungan shiffah dengan maushuf, atau na’at dan man’ut.
Lafadz Qawa’id adalah bentuk jama’ dari lafadz Qa’idah قاعدة yang menurut bahasa berarti dasar, pondasi atau asas. Seperti terdapat dalam firman Allah surat Al-Baqarah: 127

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo`a): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
Lafadz fiqhiyyah adalah berasal dari lafadz fiqhu yang artinya al-fahmu (paham/mengerti) yang dirangkai dengan “ya nisbah”.

b. Menurut Istilah
Musthafa Ahmad Az-Zarqa menta’rifkan, qaidah fiqhiyyah adalah
أُصُوْلٌ فِقْهِيَّةٌ كُلِّيَّةٌ فِى نُصُوْصٍ مُوْجِزَةٍ دُسْتُوْرِيَّةٍ تَتَضَمَّنُ أَحْكَامًا تَشْرِيْعِيَّةً عَامَّةً فَى اْلحَوَادِثِ عَامَّةً فِى اْلحَوَادِثِ اَّلتِى تَدْخُلُ تَحْتَ مَوْضُوْعِهَا.
“Pokok-pokok fiqih yang bersifat kulli dalam bentuk teks-teks perundang-undangan yang ringkas, yang mencakup hukum-hukum yang disyari’atkan secara umum pada kejadian-kejadian yang termasuk di bawah naungannya”.
Professor T.M Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat bahwa:
“Dikehendaki dengan qa’idah Fiqih ialah Qa’idah-Qaidah hukum yang bersifat kulliyah (menyeluruh .pen-) yang dipetik dari dalil-dalil kulli dan dari maksud-maksud syara’ dalam meletakkan mukallaf (yang dibebani; manusia & jin .pen-) di bawah beban taklif dan dari memahamkan rahasia-rahasia tasyri’ dan hikmah-hikmahnya”.
2. Perbedaan Antara Qawa’id Fiqhiyyah Dengan Ushul Fiqh
Muhammad Abu Zahrah menerangkan, “Perbedaan antara Qawa’id Fiqhiyyah dengan Ushul Fiqih ialah, bahwa ushul fiqih adalah qaidah atau methode (cara) yang dipergunakan oleh ahli fiqih di dalam menggali hukum syara’, agar tidak terjadi kesalahan. Sedangkan Qawa’id fiqhiyyah adalah himpunan hukum-hukum syara’ yang serupa (sejenis) lantaran ada titik persamaan, atau adanya ketetapan fiqih yang merangkaikan kaidah tersebut. 
Jadi Qawa’id fiqhiyyah adalah kaidah atau teori yang diambil dari atau menghimpun masalah-masalah fiqih yang bermacam-macam sebagai hasil ijtihad para mujtahid.

3. Kepentingan Qawa’id Fiqhiyyah
Fiqih adalah merupakan kumpulan dari berbagai macam aturan hidup, dimana ia memberikan ketentuan-ketentuan hukum terhadap semua keadaan, yang mencakup hubungan hamba dengan Khaliqnya dan hubungan hamba dengan hamba, baik dalam urusan pribadi perseorangan atau dalam hubungannya sebagai bangsa atau hubungan antar negara, yang lazim disebut dengan hubungan internasional. 
Dengan sangat luasnya gelanggang pembahasan fiqih Islam ini, maka bukanlah hal yang mudah dan sepele bagi para mujtahid untuk memberikan hukum setiap masalah furu’ iyyah yang sangat banyak jumlah.
Untuk ini datanglah qa’idah-qa’idah fiqhiyyah, yang mengklasifikasikan masalah-masalah furu’ menjadi beberapa kelompok, yang tiap-tiap kelompok itu merupakan kumpulan-kumpulan dari masalah-masalah yang serupa.
Dengan berpegang kepada qa’idah-qa’idah tersebut, para mujtahid akan merasa lebih mudah dalam mengistimbat hukum bagi suatu masalah, yakni dengan menggolongkan kepada masalah yang serupa di bawah suatu qa’idah.

QAIDAH PERTAMA

اَلأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا
(Setiap Perkara Tergantung Kepada Maksud Mengerjakannya)
Redaksi kata-kata dalam qaidah ini, memberi pengertian bahwa setiap amal perbuatan manusia, baik yang berujud perkataan maupun berujud perbuatan diukur menurut niat sipembuat.

Pengertian Niat:
Menurut Ibnu Qudamah niat adalah: 
تَوَجُّهُ اْلقَلْبِ جِهَةَ اْلفِعْلِ اِبْتِغَاءَ وَجْهِ الله تَعَالَى وَامْتِثَالاً لِأَمْرِهِ
Menghadapnya hati ke arah pekerjaan, karena mengharap rido Allah dan karena melaksanakan perintah-Nya.
Ibnu Qayyim mengatakan:
اَلنِّيَّةُ هِيَ اْلقَصْدُ وَ اْلعَزْمُ عَلَى فِعْلِ الشَّيْئِ وَ مَحَلُّهَا اْلقَلْبُ لاَ تَعَلُّقَ لَهَا بِاللِّسَانِ أَصْلاً
Niat itu maksud dan tekad untuk mengerjakan sesuatu, tempatnya adalah hati, dan secara asal tidak berkaitan dengan lisan.
Dari kedua ta’rif di atas, jelaslah bahwa niat itu ada dua:
1. Niat Amal, yaitu maksud dan tekad untuk mengerjakan sesuatu. Jika seseorang mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan sengaja, baik perkara ibadah atau pun yang lainnya, maka dinamakan orang tersebut berniat. Seseorang yang sedang tidur, kalau menampar atau menendang sesuatu maka dikatakan dia tidak berniat. Kalau seseorang memecahkan sesuatu atau menikam seseorang lantaran latah, maka orang itu tidak sengaja atau tidak berniat.
2. Niat Ma’mul Lahu, yaitu maksud suatu pekerjaan yang ditujukan pada sesuatu atau seseorang. Seperti shaum karena mengharap rido Allah. Salat karena ingin dilihat seseorang. Shadaqah karena ingin dipuji seseorang dan yang lainnya. 

Landasan Qaidah: 
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ(20)
Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (As-Syuura: 20)
عن عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْه. (البخاري)
Sesungguhnya setiap amal-amal itu tergantung kepada amalnya dan hanyasanya bagi setiap orang itu tergantung apa yang diniatkannya, maka barang siapa yang niat hijrahnya karena dunia yang hendak diperolehnya atau karena perempuan yang hendak dinikahinya maka pahala hijrahnya tergantung apa yang diniatkannya. (HR Al-Bukhari)
لاَ عَمَلَ لِمَنْ لاَ نِيَّةَ لَهُ وَلاَ أَجْرَ لِمَنْ لاَ حَسْبَةَ لَهُ. (رواه البيهقى فى سننه الكبر عن أنس بن مالك)
Tidak sah amal yang tidak memakai niat dan tidak ada ganjaran bagi orang yang tidak ihtisab (mengharapkan ganjaran dari Allah swt). (HR Al-Baihaqi dalam Sunannya dari Anas bin Malik)
عَنِ النَّوَاسِ بْنِ سَمْعاَنَ اَلْكَلاَّبِي قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم نِيَّةُ اْلمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ. (أخرجه القضاعي في مسند الشهاب)
Dari Nawas bin Sam’an Al-Kalabiy, berkata: Rasulullah saw bersabda: Niat seorang mukmin itu lebih baik dari pada amalnya. (HR Al-Qodlo’I dalam Musnad As-Syihab)
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ. (رواه البخاري)
Dari Sa’ad bin Abi Waqqas, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: sesunggunya tidaklah kamu mendermakan sesuatu dengan mengharapkan keridoan Allah kecuali akan diganjar termasuk kamu memberikan makanan kepada istrimu. (HR Al-Bukhariy)
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: رُبَّ قَتِيلٍ بَيْنَ الصَّفَّيْنِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِنِيَّتِهِ. (رواه أحمد فى مسنده عن ابن مسعود)
Rasulullah saw bersabda: Banyak sekali orang-orang yang terbunuh di antara dua saf ini dan hanyalah Allah yang mengetahui niatnya. (HR Ahmad dalam Musnad nya dari Ibnu Abbas)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي حُسَيْنٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَيُدْخِلُ بِالسَّهْمِ الْوَاحِدِ ثَلَاثَةً الْجَنَّةَ صَانِعَهُ يَحْتَسِبُ فِي صَنْعَتِهِ الْخَيْرَ وَالرَّامِيَ بِهِ وَالْمُمِدَّ بِهِ . (رواه الأربعة)
Dari Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Husain sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah akan memasukan tiga golongan ke dalam surga disebabkan satu anak panah; Pembuatnya yang mengharapkan ganjaran dalam membuatnya, yang memanahkannya, dan yang mengasongkannya. (HR Al-Arba’ah)
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ عن النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يَقُومَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ حَتَّى أَصْبَحَ كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ . (رواه النسائى)
Dari Abu Darda dari Nabi saw bersabda: Barang siapa yang mendatangi tempat tidurnya dan berniat bangun untuk melaksanakan salat malam lalu ia tertidur hingga waktu subuh, maka niatnya itu akan dicatat (sebagai satu kebaikan) dan tidurnya itu merupakan sadaqah dari Allah Azza wa Jalla. (HR An-Nasai)
أَيُّمَا رَجُلٍ تَزَوَّجَ امْرَأَةً فَنَوَى أَنْ لَا يُعْطِيَهَا مِنْ صَدَاقِهَا شَيْئًا مَاتَ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ زَانٍ , وَأَيُّمَا رَجُلٍ اشْتَرَى مِنْ رَجُلٍ بَيْعًا فَنَوَى أَنْ لَا يُعْطِيَهُ مِنْ ثَمَنِهِ شَيْئًا مَاتَ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ خَائِنٌ. (رواه الطبرانى من حديث صهيب)
Siapa saja yang menikahi seorang perempuan lalu berniat untuk tidak memberikan maskawinnya, maka dia mati sebagai seorang pezina. Dan siapa saja yang membeli sesuatu dari seseorang dan berniat untuk tidak memberikan harganya, maka dia mati sebagai seorang penghianat. (HR At-Thabrani dari Suhaib)
مَنْ ادَّانَ دَيْنًا وَهُوَ يَنْوِي أَنْ يُؤَدِّيَهُ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ , وَمَنْ ادَّانَ دَيْنًا وَهُوَ يَنْوِي أَنْ لَا يُؤَدِّيَهُ فَمَاتَ قَالَ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : ظَنَنْتَ أَنِّي لَا آخُذُ لِعَبْدِي بِحَقِّهِ ؟ فَيُؤْخَذُ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَتُجْعَلُ فِي حَسَنَاتِ الْآخَرِ , فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ الْآخَرِ , فَجُعِلَتْ عَلَيْهِ. (رواه الطبرانى مِنْ حَدِيث أَبِي أُمَامَةَ)
Barang siapa yang mempunyai utang dan berniat untuk membayarnya, maka Allah akan membayarkan untuknya pada hari kiamat. Dan barang siapa mempunyai utang dan berniat untuk tidak membayarnya lalu mati, Maka pada hari kiamat Allah akan berfirman kepadanya,”Kau mengira bahwa Aku tidak akan mengambil hak hambaku (yang ada padamu)? Lalu kebaikan-kebaikannya diambil dan diberikan kepada yang lain, dan jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka kejelekan-kejelekan yang lain diambil dan diberikan kepadanya. (HR At-Thabrani dari Umamah)

Contoh-contoh:
 *Makan, minum atau tidur jika maksudnya untuk melaksanakan ibadah, maka diganjar
 *Memeras anggur jika niatnya membuat khomr, maka haram tetapi jika untuk membuat cuka, maka halal
 *Mengambil harta orang yang mempunyai utang. Jika niatnya mencuri, maka haram. Tetapi jika niatnya melunasi utangnya, maka halal.
 *Bercampur dengan istri tetapi niatnya dengan orang lain, maka hukumnya berzina.

Qaidah-Qaidah Lain Yang Meruju’ Kepadanya,

مَا يُشْتَرَطُ فِيْهِ التَّعْيِيْنُ فَاْلخَطَأُ فِيْهِ مُبْطِلٌ

Suatu ibadah yang disyaratkan padanya menentukan niyyat dan ternyata salah, maka ibadah tersebut batal.
* Para ulama berpendapat bahwa disyaratkan menentukan niyat pada ibadah yang sama pelaksanaannya dengan adat (kebiasaan) atau dengan ibadah lain yang hukumnya sunnat atau fardu. 
Contoh-contoh:
-Salah dalam menentukan niat ketika salat dzuhur, yang seharusnya niat shalat dzuhur tetapi malah niat shalat ashar, maka salatna tidak sah.
-Salah dalam menentukan niat ketika kifarat dzihar, malah berniat kifarat pembunuhan, maka kifaratnya tidak sah
-Salah dalam menentukan niat ketika salat ‘iedul fitri, malah berniat salat ‘iedul adha, maka salatnya tidak sah.

مَا يُشْتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهُ جُمْلَةً وَ لاَ يُشْتَرَطُ تَعْيِيْنُهُ تَفْصِيْلاً إِذَا عَيَّنَهُ وَأَخْطَأَ ضَرَّ

Suatu ibadah yang disyaratkan menghadirkan niyat secara garis besar dan tidak disyaratkan menentukannya secara terperinci, jika ditentukan dan salah, maka ibadah tersebut rusak.
Contoh-contoh:
 Seseorang berniat shalat berjamaah bermakmum kepada Zaid, tapi ternyata imamnya Umar, maka tidak sah bermakmumnya karena dia tidak berniat bermakmum kepada Umar.
* di dalam salat berjama’ah tidak disyaratkan menentukan imam tetapi yang disyaratkan hanyalah niat berjama’ah saja.
 Dalam salat mayit, seseorang berniat menyalatkan Amir, Tapi ternyata Kholid atau misalnya niat menyalatkan mayit perempuan tapi ternyata laki-laki, maka dalam kedua masalah ini salatnya tidak sah. 
* di dalam salat mayit tidak disyaratkan menentukan mayit, tetapi cukup niat salat mayit saja.
 Seseorang menyalatkan mayit, lalu berniat menyalatkan 10 orang mayit, tetapi ternyata mayitnya lebih dari 10, maka salatnya tidak sah.
* dalam salat mayit tidak disyaratkan menentukan jumlah mayit.

مَا لاَ يُشْتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهُ جُمْلَةً وَ لاَ تَفْصِيْلاً إِذَا عَيَّنَهُ وَأَخْطَأَ لَمْ يَضُرَّ

Suatu ibadah yang tidak disyaratkan menghadirkan niyat secara garis besar dan terperinci, jika ditentukan dan salah, maka ibadah tersebut tidak rusak. 
Contoh-contoh:
 Salah ketika menentukan tempat salat, seseorang niat salat di Jakarta padahal sebenarnya salat di lembang, maka salatnya sah, karena niatnya ada sedangkan menentukan tempat tidak ada kaitan dengan niat salat baik secara garis besar maupun secara terperinci.
 Salah ketika menentukan waktu, jika seseorang niat salat ashar pada hari kamis tetapi ternyata hari jum’at maka salatnya sah.

مَقَاصِدُ اللَّفْظِ عَلَى نِيَّةِ اللاَّفِظِ

Maksud suatu ucapan tergantung niat orang yang mengucapkannya
Contoh-contoh:
 Seseorang punya istri namanya talaq, pada suatu waktu dia memanggil “Ya Talaq” jika maksudnya itu mentalaq maka terjadilah talaq.
 Ketika salat seseorang membaca “Amin”, jika maksudnya memanggil orang yang bernama Amin, maka salatnya batal.

اَلنِّيَّةُ فِى اْليَمِيْنِ تُخَصِّصُ اللَّفْظَ اْلعَامَ وَ لاَ تُعَمِّمُ اْلخَاصَّ

Niat dalam sumpah itu dapat menghususkan lafad yang umum dan tidak dapat mengumumkan 

اَلنِّيَّةُ اْلحَسَنَةُ لاَ تُبَرِّرُ اْلحَرَامَ

Niat yang baik tidak dapat menjadikan baik yang haram
Contoh-contoh:
 Mencuri dengan niat untuk bersedekah, maka mencuri itu tetap haram.
 Berzinah dengan niat untuk menghidupi anak. 

 ************** .............. ************

Wanita antara racun dan madu dunia

KEDUDUKAN WANITA 
ANTARA RACUN DAN MADU DUNIA

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
Tidak ada satupuan fitnah (cobaan) sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi 
kaum laki-laki melebihi bahayanya seorang wanita
(HR Bukhari-Muslim)

Racun adalah suatu zat yang dapat mematikan. Adapun wanita disebut sebagai racun, karena ia andil dalam menjatuhkan mental dan wibawa seorang laki-laki. Sebagai gambaran bahwa wanita racun dunia, ADALAH kehancuran Bani Israil, kisah pembunuhan pertama Qabil dan Habil, kisah terpenjaranya Nabi Yusuf AS, bahkan saking andilnya wanita dalam masalah ini, tiap negara mempunyai kisah-kisah tersendiri yang sangat memilukan.
Di tanah Arab, dikenal kisah Laila Majnun dengan pemuda yang bernama Qois. Di India terkenal dengan kisah Rama dan Sinta. Di barat Romeo and Juliet, di Indonesia terkenal dengan kisahnya Siti Nurbaya. Adapun Khalil Gibran yang mendapat julukan “The Immortal Prophet of Libanon” yang menderita akhir hayatnya karena cintanya terhadap Selma Al-Kahrani direnggut oleh seorang penguasa. Pengalaman dukanya ia curahkan dalam bukunya yang berjudul Al-Ajnihah Mutakassiroh atau sayap-sayap patah yang telah diterjemahkan ke dalam 20 bahasa yang hingga kini buku itu masih menduduki best seller sejak terbitnya pertama kali tahun 1923 karena puisinya yang sangat menyentuh. Di Malaysia terkenal cerita runtuhnya perdana menteri dari partai UMNO karena kisah fairnya selingkuh dengan seorang Geisa, pelacur papan atas Jepang.
Dari kisah di atas seolah-olah ada pembenaran bahwa memang seorang wanita adalah racun dunia, wanitalah yang berperan menghancurkan dunia laki-laki. Kisah itu juga mengisyaratkan kepada kita, bahwa wanita adalah sosok penggoda nomor satu yang selama ini diidentikkan dengan syetan.
Namun, ukhti yang berbahagia ….wanita yang mana ? apakah semua wanita ? apakah kita termasuk darinya ? na’udzu bilah 
Wanita penggoda adalah wanita racun dunia yang dengan bebas menampakkan apa yang telah Allah larang, yang membuat laki-laki tergila-gila dengan kepribadiannya yang tidak bermoral.
Penyebab utamanya adalah hilangnya rasa malu dalam diri wanita, sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Jika Allah hendak menghancurkan suatu kaum maka terlebih dahulu dicabut rasa malu dari kaum itu”. (HR Bukhari Muslim)
Namun dalam ayat lain Allah memberikan gambaran yang sangat indah, bahwa wanita adalah satu-satunya pasangan yang dapat menentramkan laki-laki dan penyebab utama adanya rasa cinta juga kasih sayang. Ayat ini seolah-olah menggambarkan bahwa hanya wanitalah yang dapat menyebabkan laki-laki bisa hidup layaknya laki-laki, karena kedua-duanya adalah satu kesatuan yang saling menutupi kekurangan masing-masing. Tegasnya, suami adalah pakaian bagi istri dan begitu pula sebaliknya.
Hanya yang jadi permasalahan, wanita bagaimanakah yang dikatakan madunya dunia itu ? Yang jelas wanita yang tidak keluar dari fitrah, wanita yang menjaga kehormatan dan auratnya dengan sebaik mungkin, wanita yang tidak mau dieksploitasi untuk kepentingan bisnis, baik atas nama iklan, cover girl, sinetron, film, video klip, peragaan busana maupun kontes ratu kecantikan dan lain sebagainya.
Wanita madu dunia adalah wanita sholihah yang senantiasa taat dan patuh pada Allah swt dan Rasul-Nya –juga suaminya-, ia tak ubahnya seperti lebah yang selalu memandang, berkata dan mendengar dengan mulut dan telinganya untuk hal yang baik dan benar, ia tidak suka hinggap di tempat sampah yang kotor, memilih makanan yang halal dan baik, tidak suka diam di tempat maksiat, tidak suka gossip murahan yang dipropagandakan oleh berbagai media gossip, telenovela, iklan, film. Ia tidak suka ngerumpi atau ngobrol yang tidak bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain.
Ketika hinggap di suatu dahan, lebah selalu bermanfaat dan tidak menyebabkan dahan itu patah, ia senantiasa dirindukan keberadaannya karena selalu mendatangkan manfaat, dan ia akan berubah menjadi bidadari di surga nanti. Allahumaj ‘alni minha
Allah telah menjadikan wanita shalehah sebagai perhiasan dunia yang paling menarik dibandingkan dengan apapun. Oleh karena itu dia harus menyadari bahwa ‘secantik’ apapun dia adalah perhiasan dunia yang paling menarik. Dia harus menjaga perhiasan yang ada di dalam dirinya sehingga tidak menjadi perhiasan yang murahan.
Betapa dahsyatnya daya tarik wanita bagi kaum laki-laki, sehingga tak sedikit laki-laki yang binasa karena dirinya. Dan apabila seorang laki-laki terjerumus ke dalam dosa disebabkan dirinya, ketahuilah bahwa dialah setan dari golongan manusia yang diterangkan dalam Al Quran. (Lihat, QS An-Nas : 6)
Adapun wanita sholihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia, ia tidak pernah menjerumuskan kaum laki-laki ke dalam dosa. Justru ia menjadi jalan-jalan kebaikan bagi kaum laki-laki. Sejarah membuktikan bahwa di balik kehebatan seorang laki-laki, tidak lepas dari peran seorang wanita. Baik itu ibu yang disayanginya ataupun istri yang dicintainya. 
Imam Syafi’I, ketika berumur 7 tahun sudah hapal Al-Quran. Ternyata di balik kehebatannya itu ada seorang ibu yang sangat hebat, yaitu seorang wanita yang terjaga mata, telinga, tangan dan kakinya dari maksiat kepada Allah swt. 
Bagaimana teguhnya Nabi Muhammad saw dalam menyebarkan Islam, terutama pada awal masa kenabian, yang mana tidak ada seorang pun yang membelanya dan meneguhkan hatinya, yaitu dengan didampinginya seorang istri shalehah, bernama Khadijah, yang berkorban dengan jiwa dan hartanya untuk tegaknya Islam di muka bumi ini.
Ukhti … yang penulis dambakan, termasuk kedalam golongan yang manakah kita, racun atau madunya ? Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah beristiqomah dalam hidayahNya dan dijauhkan dari kemurkaanNya “racun dunia”. amien.
(SITI FATIMAH)


Mufasir dan Kitab Susunannya

DATA KRONOLOGIS
ULAMA TAFSIR DAN KITAB SUSUNANNYA

1. Ibnu Jarir At-Thabari
Nama lengkapnya, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari. Dilahirkan di Thabrastan pada tahun 224 H/839 M, dan wafat di Bagdad tahun 310 H/932 M. seorang ahli tarikh yang terkemuka dan sekaligus raja ahli tafsir. Beliau ahli yang sangat produktif sehingga banyak kitab susunannya, diantaranya yang terkenal adalah Tafsir Jami’ul Bayan, yang mencerminkan keluasan ilmunya dan ketinggian penyelidikannya.

2. Al-Qurtubi
Nama lengkapnya, Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakar bin Faraj Al-Quttubi, seorang ahli tafsir yang terkenal yang banyak diambil pendapatnya oleh ahli-ahli tafsir generasi sesuadahnya. Lahir di Cordova (Andalusia) pada tahun 486 H/1093 M, dan wafat di Maushul pada tahun 567 H/1172 M.


3. Al-Fakhrur Razi
Nama lengkapnya, Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin Al Husain Fakhrudin Ar-Razi. Lahir pada tahun 544 H/1210 M. seorang ulama ahli tafsir yang sangat luas pengetahuannya dalam urusan ilmu umum dan syariat. Di masa hidupnya, kitab tafsirnya telah menjadi kajian umum.


4. Az-Zamakhsyari
Nama lengkapnya, Mahmud bin Umar bin Muhammad Al Khawarizmi Az Zamakhsyari. Lahir pada tahun 467 H/1075 M, dan wafat pada tahun 538 H/1143 M. seorang ahli tafsir yang sangat dalam ilmunya dalam bahasa, khususnya dalam urusan kesusastraan bahasa arab. Kitab yang beliau susun diantaranya Tafsir Al-Kasyaf, sebuah tafsir yang sangat perlu dipelajari oleh mereka yang hendak mengetahui kepelikan dan keindahan susunan bahasa al quran. 

5. Al-Baidhawi
Nama lengkapnya, Nashir bin Nashiruddin Abu Said Abdullah bin Umar. Meninggal pada tahun 685 H/1286 M. Seorang ahli tafsir yang sangat luas pengetahuannya. Sebagian susunannya ialah Anwarut Tanzil, yang terkenal dengan Tafsir Al-Baidhawi.

6. Muhammad Rasyid Ridha
Nama lengkapnya, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha. Lahir di Kalmun, suatu kampung di Libanon, pada bulan Jumadil Awal tahun 1282 H/1865 M, dan wafat pada bulan Jumadil Awal tahun 1354 H/1953 M. seorang mujtahid dunia islam abad ke-XX, seorang ahli ilmu yang sulit dicari saingannya, yang mempusakai ilmu Muhammad Abduh. Karyanya yang sangat berharga ialah Tafsir Al-Manar.


7. Ibnul ‘Arabi
Nama lengkapnya, Muhammad bin Abdillah bin Muhammad Al-Mu’arifi Al-Isbili Al-Maliki. Lahir pada tahun 486 H/1076 M, dan wafat tahun 543 H/1148 M. Seorang Gubernur yang termasuk penghapal hadis dan mencapai tingkatan mujtahid. Termasuk ulama yang produktif sehingga banyak susunannya dalam berbagai fan ilmu, diantaranya Ahkamul Quran dalam bidang tafsir.


8. As-Suyuti
Nama lengkapnya, Jalaludin Abdurrahman bin Abu Bakar bin Muhammad As-Suyuti. Lahir pada tahun 849 H/1445 M dan wafat tahun 911 H/1505 M. termasuk pakar sejarah dan ahli ilmu bahasa arab. Kitab susunannya lebih dari 500 buah dalam berbagai bidang keilmuan termasuk tafsir.


9. Ibnu Katsir
Nama lengkapnya, Imaduddin Abul Fida Ismail bin Umar bin Katsir Al Qurasyi Ad Dimasqi. Lahir pada tahun 701 H/1302 M, Wafat Tahun 744 h/1373 M. seorang ahli hadis yang sangat terkemuka dalam urusan fiqih. Diantara kitab susunan yang sangat berharga dalam tafsir, adalah Tafsir Al Quranul Adhim atau yang terkenal dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsir sebanyak 4 jilid.


10. Ar-Raghib Al Asfahani
Nama lengkapnya, Abul Qasim Al-Husain bin Muhammad bin Al Mufadal. Wafat tahun 502 H/1108. seorang ahli kebudayaan dan ahli ilmu yang terkenal. Diantara buah penanya yang yang sangat berharga, adalam Mu’jam Mufradat Li Alfadzil Quran

1. TAFSIR ABAD KETIGA
 Tafsir Jami’ul Bayan, karya Ibnu Jarir At-Thabari.

2. TAFSIR ABAD KEEMPAT, KELIMA DAN KEENAM
 Al-Kasyaf, Karya Jarullah Az-Zamakhsyari.
 Ahkamul Quran, Karya Ibnul ‘Arabi.

3. TAFSIR ABAD KETUJUH DAN KEDELAPAN
 Tafsir Mafatihul Ghaib, Karya Fakhruddin Ar-Razi.
 Anwarut-Tanzil, Karya Al-Qhadi Al-Baidhawi.
 Tafsir Al-Qayyimi, Karya Imam Ibnul Qayyim.
 Al-Jami’ Li Ahkamil Quran/ Tafsir Al-Qurtubi, Karya Abu Abdillah Al-Qurtubi.
 Tafsir Al Quranil ‘Adzim, Karya Al-Hafidz Ibnu Katsir.

4. TAFSIR ABAD KESEMBILAN DAN KESEPULUH
 Tafsir Al-Jalalain, Karya Jalaludin Al-Mahalli Dan Jalaludin As-Suyuti.
 Ad-Durul Mantsur, Karya As-Suyuti.


5. TAFSIR ABAD KESEBELAS, KEDUA BELAS DAN KETIGA BELAS
 Fathul Qadir, Karya As-Syaukani.
 Ruhul Ma’ani, Karya Al-Alusi.


6. TAFSIR ABAD KE EMPAT BELAS
 Al-Manar, Karya Muhammad Rastid Ridha.
 Al-Jawahir, Karya Thanthawi Al-Jauhari.
 Tafsir Al-Maraghi, Karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi.
 Tafsir Fi Dzilalil Quran, Karya Sayyid Qutub.
 Tafsir Al-Furqan, Karya Ahmad Hasan.





Senin, 18 Mei 2009

PAKAIAN ISLAMI UNTUK PEREMPUAN

1. Menutup Dan Melindungi Seluruh Tubuh, Selain Yang Dikecualikan.
قَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ اْلمَرْأَةَ إِذَ بَلَغَتِ اْلمَحِيْضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَي مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ (سنن أبي داود ج: 4 ص: 62)
Dalam hadis Rosul bersabda: “ hai asma ! sesungguhnya wanita, apabila telah sampai ketanda kedewasaan (haidl), tidak boleh terlihat bagian tubuhnya kecuali ini dan ini beliau mengisyaratkan muka dan telapak tangannya” (HR. Abu Daud)

2. Tidak Tabarruj
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى.
“dan janganlah kalian berhias dan bertingkahlaku seperti orang-orang jahiliah dahulu” (al-Ahzab 33)

Menor, belebihan, boros dan sombong dalam berpakaian itulah yang tidak diinginkan Allah melekat pada diri para hamba yang diridloiNya dari kalangan wanita mukminat. Ia ingin agar mereka cantik, mulia, dan mempesona dengan dandanan iman. Cantik karena akhlaknya. Mulia karena ia bukan pameran berjalan yang dipelototi dan diamati tetapi mempesona karena setiap langkahnya adalah pahala, pahala, dan pahala.
Nah, kalau untuk lelaki lain lagi: Rosul bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قاَلَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عليه وسلم : طِيْبُ الرِّجَالِ مَا ظَهَرَ رِيْحُهُ وَخَفِيَ لَوْنُهُ وَطِيْبُ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِيَ رِيْحُهُ (سنن الترمذي ج: 5 ص: 107)
“Dandanan lelaki ialah yang tampak baunya dan tersembunyi warnanya. Sedangkan dandanan perempuan adalah tampak warnanya namun tersembunyi baunya.” (HR. an-Nasa’I dan at-Tirmidzi)

3. Kainya Tebal, Longgar Dan Tidak Sempit
Dalam hadis :
سَيَكُوْنُ فِي آخِرِ هَذِهِ اْلأُمَّةِ نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ رُؤُسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ اْلبُخْتِ اْلمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ اْلجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرةِ كَذَا َوكَذَا.
“ Akan muncul di akhir umatku, wanita-wanita yang berpakaian namun pada hakekatnya telanjang. Di atas kepala mereka terdapat sesuatu penaka punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak pula akan mencium aroma surga. Padahal bau surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. muslim)
Imam Ibnu Abdil Barr menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan berpakaian tapi telanjang adalah wanita-wania yang mengenakan pakaian tipis yang menggamarkan bentuk tubuhnya, belum menutup atau menyembunyikan tubuh yang sebenarnya.

4. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki

Awal mula bencana pada kaum luth adalah banyaknya waktu luang shngga semua punya waktu untuk berdandan. Ada banyak waktu untuk memandang diri di depan cermin. Maka jadilah para lelaki mengagumi ketampanan dan para wanita mengagumi kecantikan. Di balik itu pula, sering ada ekspresi lahiriah atas kecenderungan psikologis yang ada di dalam hati. Para wanita yang ‘tomboy’ membiarkan kecenderungannya berekspresi kepada cara berpakaian yang mirip lelaki begitupun sebaliknya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ :لَعَنَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ اْلمَرْأَةِ وَاْلمَرْأَةُ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الّرَجُلِ (سنن أبي داود ج: 4 ص: 60)
“ Rosulullah melaknat lelaki yang memakai pakaian perempuan, dan perempuan yang memakai pakaian lelaki.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al Hakim dan Ibnu Majah)


Pakaian yang islami
1. menutup dan melindungi seluruh tubuh, selain yang dikecualikan.
Dalam hadis rosul bersabda: “ hai asma ! sesungguhnya wanita, apabila telah sampai ketanda kedewasaan (haidl), tidak boleh terlihat bagian tubuhnya kecuali ini dan ini beliau mengisyaratkan muka dan telapak tangannya” (HR. Abu Daud)
2. bukan tabarruj
dan janganlah kalian berhias dan bertingkahlaku seperti orang-orang jahiliah dahulu (al-Ahzab 33)
menor, belebihan, boros dan sombong dalam berpakaian itulah yang tidak diinginkan Allah melekat pada diri para hamba yang diridloiNya dari kalangan wanita mukminat. Ia ingin agar mereka cantik, mulia, dan mempesona dengan dandanan iman. Cantik karena akhlaknya. Mulia karena ia bukan pameran berjalan yang dipelototi dan diamati tetapi mempesona karena setiap langkahnya adalah pahala, pahala, dan pahala.
Nah, kalau untuk lelaki lain lagi: rosul bersabda: “dandanan lelaki ialah yang tampak baunya dan tersembunyi warnanya. Sedangkan dandanan perempuan adalah tampak warnanya namun tersembunyi baunya.” (HR. an-Nasa’I dan at-Tirmidzi)
3. kainya tebal, longgar dan tidak sempit
dalam hadis : “ akan muncul di akhir umatku, wanita-wanita yang berpakaian namun pada hakekatnya telanjang. Di atas kepala mereka terdapat sesuatu penaka punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak pula akan mencium aroma surga. Padahal bau surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. muslim)
imam ibnu abdil barr menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan berpakaian tapi telanjang adalah wanita-wania yang mengenakan pakaian tipis yang menggamarkan bentuk tubuhnya, belum menutup atau menyembunyikan tubuh yang sebenarnya.
4. tidak diberi wangi haruman
rosul bersabda: “wanita mana saja yang memakai haruman kemudian keluar dan lewat di muka orang banyak agar mereka mendapati baunya, maka dia adalah pezina …” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
sekali lagi, ada kehati-hatian di sini. Bukan soal burket atau tidak. Ada masalah yang hendak Allah berikan kepada semua makhluk. Karena lelaki akan terpikat dan tergoda dengan wewangian yang dipakai perempuan sehingga akan menimbulkan perzinaan karena rasa penasarannya.
Maka rosul juga bersabda: “jika salah seorang wanita di antara kalian hendak ke masjid janganlah sekali-kali ia memakai haruman.” (HR. Muslim)
Kalau ke masjid yang orang-orangnya bertujuan untuk beribadah saja ada kata-kata janganlah sekali-kali, maka bagaimanakah pergi ke tempat umum di mana banyak lelaki yang hatinya berpenyakit?

5. tidak menyerupai pakaian laki-laki
awal mula bencana pada kaum luth adalah banyaknya waktu luang shngga semua punya waktu untuk berdandan. Ada banyak waktu untuk memandang diri di depan cermin. Maka jadilah para lelaki mengagumi ketampanan dan para wanita mengagumi kecantikan. Di balik itu pula, sering ada ekspresi lahiriah atas kecenderungan psikologis yang ada di dalam hati. Para wanita yang ‘tomboy’ membiarkan kecenderungannya berekspresi kepada cara berpakaian yang mirip lelaki begitupun sebaliknya.
“ rosulullah melaknat lelaki yang memakai pakaian perempuan, dan perempuan yang memakai pakaian lelaki.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al Hakim dan ibnu Majah)
Menjaga kemashlahatan selanjutnya, itulah islam. Maka ia tidak ingin perilaku ini tumbuh dalam diri umatnya sampai kapanpun. Rosulullah mengistilahkan dengan kata-kata laisa minna, bukan golongan kami:
“bukan golongan kami, wanita yang menyerupai lelaki dan lelaki yang menyerupai wanita.” (HR. Ahmad dan at-Thabrani)
6. tidak menyerupai pakaian orang – orang kafir
rosul bersabada: “.. barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka…” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
kata Sayyid Qutub, dibalik perbedaan dzahir selalu ada perasaan batin yang membedakan satu konsepsi dengan konsepsi lain, sistem kehidupan dengan sistem kehidupan lain, dan ciri khas suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lain. Kata ibnu taimiyah, akan gembira jika tatacara dan seleranya diikuti. Mereka akan bangga. Dan kebanggaan itu akan terbawa dalam pola pikir, konsep hidup, dan cara pandangnya terhadap segala sesuatu. Kalau itu terjadi, alangkah kasihan mereka. Karena mereka akan bangga selalu berada dalam kesesatan.
“ rosul pernah melihat saya memakai dua kain yang dicelup warna kuning. Maka beliau bersabda sungguh ini adalah pakaian orang-orang kafir maka janganlah engkau memakainya.” (HR. Muslim, ahmad, an-Nasai dan al- Hakim dari Abdulah bin amr)
Sebentar. Lalu menyerupai orang kafir itu seperti apa ? berjiblab lengkap sampai serupa dengan suster-suster Amerika latin dalam telenovela misalnya, memakai celana jeans yang menyerupai lelaki dan menyerupai orang kufur, juga menampakan bentuk, atau seperti pakaian para biksu perempuan atau mirip kain sari penganut hindu di India. Tetapi pada warna, itu bukan kemutlakan menyerupai orang-orang kafir. Al-hafidz ibnu Syaibah dalam al-Mushanaf menyebutkan beberapa riwayat tentang warna-warni pakaian istri-iteri Rosul, diantaranya hadis yang diterima dari Said ibn Jubair bahwasanya ia pernah melihat sebagaian istri nabi saw berthawaf di masjidil harom dengan mengenakan pakaian berwarna kuning.”

7. Bukan merupakan libasusy syuhrah
Libasusy syuhrah artinya pakaian ketenaran atau popularitas. Menurut para ulama terwujud dari pakaian yang sangat mencolok bagusnya agar dikagumi dan dibicarakan orang-orang. Tetapi bisa juga berupa pakaian yang mencolok sangat jeleknya agar dibicarakan dan dikenal sebagai orang zuhud. Dua-duanya buruk dimata allah karena Allah mengencam dengan keras:
rosul bersada :
barang siapa memakai pakaian untuk mencari ketenaran di dunia, maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya di hari kiamat, kemudian membakarnya di neraka.”(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
kain lebih dari mata kaki sombong atau kotor?
Kaki dan betis, tidak termasuk anggota tubuh yang dikecualikan. Jadi harus ditutup dong? Nah bagaimana dengan hadis kain dibawah mata kaki menunjukkan kesombogan?
Ternyata ada khusus tentang bolehnya kain Muslimah diulur dibawah mata kaki. Rosulullah bersabda: “barangsiapa berjalan melabuhkan kain dan menyeretnya dengan lagak menyombongkan diri maka Allah takan sudi melihatnya pada hari kiamat. “ummu salamah berkata” lalu apa yang harus dilakukan kaum wanita terhadapa ujung bawah pakaiannya?” rosul menjawab: “turunkanlah sejengkal ! kata ummu salamah tetapi punggung telapak kakinya masih akan tampak?! Rosulullah bersabda hendaklah mereka menurunkannya sehasta dan janganlah lebih dari itu!.(HR. at-Tirmidzi)
Terus bagaimana seandainya kain yang diturunkan itu terkena kotoran di jalan? Apalagi kalau musim penghujan? Tenang. Seorang wanita dari Bani Abdul Asyhal pernah menayakan hal tersebut kepada Rosulullah. Dia berkata: “ wahai rosulullah, sesungguhnya jalan yang kami lewati menuju masjid berbau busuk. Bagaimana yang harus kami lakukan jika hari hujan ?. beliau menjawab “bukankah setelah jalan yang berbau busuk kalian juga melewati jalanan yang bersih? Wanita itu berkata, benar ! belia bersabda tanah yang bersih tadi akan menjadi penyuci bagi kotoran dari tanah yang bebau busuk.” (HR. Abu Dawud)

My Bigraphy


lahir di Bandung 12-04-1984 tepatnya hari Kamis pukul ......... Kp. Nyampay 02/06 Ds.Langensari Kec.Lembang Kab.Bandung Barat Prov.Jawa Barat 40391

riwayat sekolah MIN Nyampay, Mts , Mu'allimin Pesantren Persatuan Islam 34 Cibegol